Twitter hanyalah sumber kebisingan. Sungguh. Tak pernah menggunakannya secara maksimal dan menemukan kenyamanan menjadi seorang tweep. Iya, ini tentu soal preferensi dan cara pemanfaatan, tetapi eksperimen saya untuk bercericit dalam 140 karakter bisa dibilang gagal. Maka mematikan Twitter adalah pilihan yang paling masuk akal buat saya.
Omong-omong akal, saya juga tidak pernah bisa mengerti tweep yang kerjanya hanya curhat dan membuat keramaian dan menyebarkan kebodohan di twitter. Ada satu kata untuk mereka : selebtwit alias celebtwat. Harusnya orang Indonesia lebih rajin menulis buku harian daripada bercericit. Pasti Human Development Index kita akan melejit. Percaya deh.
Secara pribadi, mematikan Twitter akan membantu saya menyeleksi informasi yang saya rasakan berguna dan berarti. Tak perlu terganggu suara gaduh penuh omelan sampah. Kurasi informasi begitu penting di era ini. Karena itu saya berharap blog ini akan lebih penuh dengan catatan dan informasi menarik yang biasanya akan hilang sekejap jika dilempar di twitter. Maunya sih saya bisa mengkurasikan hal-hal yang menarik dan didokumentasikan di sini. Semacam Brainpickings KW 2. Hehe. Anyway, untuk saat ini prinsipnya adalah: Matikan Twitter, hidupkan kembali blog. Amin.
Nah, sebagai pembuka, tautan yang mau saya bagi di sini adalah wawancara Alec Baldwin dengan Thom Yorke. Sadis bukan? Semakin jarang kita menemukan sesuatu yang benar-benar mengandung kualitas dan kedalaman. Wawancara selama hampir 1 jam ini adalah pengecualian. Langsung lah dihampiri!